Jumat, 16 November 2012

SAAT MIMPI MENGHEMAS PADA NYATA

Seharusnya aku harus lebih bisa menerima sebuah kenyataan akan kata kehilangan dan seharusnya memahami bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi mengapa aku tak mampu mencekal rasa yang selalu menghantuiku, menghentikan setiap mimpi yang ujungnya membuat akan menjauh dan mereka tersakiti.

Saat orang berkata mimpi itu bunga tidur loh! Tapi  tidak bagiku mimpi itu sebuah momok yang menakutkan, yang akan selalu menjelma di setiap tarikan nafasku. Jikala kata kehilangan kembali ku dengar sekitika itu mimpi itu akan menjelma dan menakutkan. Dan terkadang mimpi itu datang memberikan gambaran kedepan. Aku takut, takut bila mengatakan bahwa mereka akan mati, luka, sakit dan sebagainya. Aku tak ingin mendahului Tuhan tapi aku merasakan semuanya seakan gambaran itu jelas terbentang.

Belasan tahun yang lalu, ketika kedua orang tuaku meninggal karena sakit yang dideritanya, aku merasakan mereka akan berlalu dan menjauh, saat pamanku pergi aku merasakannya dan memberikan ketegaran yang teramat. Dan saat kakakku pun berlalu dan menjauh aku menemukan gambaran yang jelas bahwa itu tak lama.

Dua tahun yang lalu aku dekat dan menyayanginya sebagai anakku sendiri, aku merasakan hawa panas dalam tubuhnya dan aku telah mengingatkannya bahwa harus lebih mawas diri, namun kataku tak diindahkan hingga kecelakaan itu terjadi dan mengucurkan darah segar. Saat dia berlalu karena dunianya mencemooh akan tingkahnya aku terpuruk, berminggu-minggu tak dapat melepaskan kepedihan akan kehilangan hingga seseorang memberikan kekuatan agar aku kembali mengugkit tintaku, lambat kesabarannya membuat aku terhenyu, menerima aku apa adanya dengan keadaan yang bisa dikatakan stres. Hingga disela-sela keterpurukan seseorang hadir dalam syairku. Menemaniku dalam tiap syair. Walau di awal dia begitu mirip dengan sahabat kecilku, namun aku tak ingin menyamainya. Terkesan saat aku mengenalnya dia cuek, untuk berkata manis pun mungkin bisa dikatakan tak pernah. Tapi aku nyaman bersama. 

Di saat anakku yang lain bekerja di tempat lain dan jarang menemaniku hanya lewat telpon selalu menyapa. Di dunia itu aku bersamanya, berbagi cerita, berbagi syair dan keluh kesah, hingga akhirnya aku menyayanginya tanpa aku sadari. Sama ketika aku menyayangi seseorang dua tahun yang lalu. Rasa ingin selalu bersamanya, bahkan tak ingin luput dari ceritanya barang sedikit pun. Tapi ketika kasih sayang itu menjalar, pertengkaran kecil terjadi, mungkin hanya kesalahpahaman antara aku, pacarnya dan dia. Berhari-hari aku tanpanya membuat aku seperti orang bodoh yang kehilangan kekasihnya padahal dia bukan kekasih. Lambat laun kembali dekat. Namun kedekatan itu membuat aku tersiksa saat dia kembali bilang akan pindah kerja. Di awal aku menyetujuinya semua demi masa depannya tapi ketika dia bertanya kemana dia akan pindah, amarah di ubun-ubunku menyegerakan untuk terluapkan, dengan gemetar aku katakan, tangisku tak terbendung lagi, walau aku tak mengenal banyak wanita itu tapi aku tahu apa yang ada dibenaknya. Ditambah mimpi yang selalu membuat aku ketakutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar